CILEUNGSI – PT Aspex Kumbong menjadi salah satu pionir dalam penggunaan sistem pemantauan kualitas air limbah secara terus menerus dan dalam jaringan atau dikenal dengan SPARING di Jawa Barat.
SPARING merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk memantau, mencatat, dan melaporkan kegiatan pengukuran kadar suatu parameter air limbah secara otomatis dan terus menerus dalam jaringan. SPARING senantiasa diawasi langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Seluruh pencatatan akan langsung terkirim ke KLHK sehingga pengelolaan air limbah dapat diawasi dengan baik dan optimal.
Pemasangan sistem SPARING merupakan mandat dari pemerintah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2018 Tentang Pemantauan Kualitas Air Limbah Secara Terus Menerus Dan Dalam Jaringan Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan.
“Fungsi SPARING adalah sebagai online monitoring. Jadi setiap saat kualitas air yang ada di IPAL atau WWTP yang akan dibuang itu dimonitoring, ada sensornya yang akan running terus. Jadi setiap detik akan terbaca baik itu parameternya COD, TSS dan PH serta Debit yang akan terbaca oleh KLHK dan kami juga akan melaporkan kalau ada ketidaksesuaian, kami secara aktif akan mengupdate ke KLHK,” jelas Dedi Rusli, dari Divisi WWTP PT Aspex Kumbong belum lama ini.
Di Aspex Kumbong, alat pemantauan ini dipasang di titik output Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau Wastewater Treatment Plant (WWTP/WWT) sebagai bentuk tanggung jawab PT Aspex Kumbong dalam pelaporan kelayakan baku mutu air limbah seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014.
Pada instalasi pengolahan Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau Wastewater Treatment Plant (WWTP/WWT), air pascaproduksi terlebih dulu harus melalui proses equalisasi yang fungsinya untuk menstabilkan laju alir sebelum masuk ke tahap pengolahan selanjutnya. Kemudian air pascaproduksi diolah dengan cara diendapkan dalam kolam sedimentasi untuk memisahkan air dengan zat padat yang terbawa.
Setelah padatan diendapkan dalam kolam sedimentasi, air ini kemudian diolah kembali di kolam flokulasi dan koagulasi untuk memisahkan kotoran-kotoran yang tidak terendapkan di bak sedimentasi. Setelah diproses di kolam flokulasi dan koagulasi, air pascaproduksi kembali diurai dalam bak aerasi sebelum masuk ke dalam proses sedimentasi final.
Proses panjang pengelolaan air pascaproduksi di Aspex Kumbong tak lain untuk memastikan agar air pascaproduksi yang dihasilkan sudah sesuai dengan baku mutu air limbah yang telah ditetapkan sehingga tidak mencemari atau merusak ekosistem apabila dibuang ke media lingkungan, seperti sungai.
“Untuk kualitas air pascaproduksi yang telah diolah dan akan dibuang ke media lingkungan, semuanya telah sesuai dengan batas toleransi kualitas yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia, bahkan alhamdulillah masih sangat jauh di bawah ambang batas toleransi tersebut. Sehingga air pascaproduksi yang telah diolah dapat dikatakan sangat aman untuk dialirkan kembali ke sungai,” pungkas Dedi.
Pengelolaan limbah di Aspex Kumbong tidak berhenti sampai di situ. Lumpur yang sudah diendapkan pada rangkaian sistem Pengolahan Air Limbah PT Aspex Kumbong jika sudah melewati pengolahan lebih lanjut akan dibakar di incerator dan energy panas yang dihasilkan dari pembakaran ini dimanfaatkan untuk proses produksi (recyle).
Pengelolaan limbah sesuai dengan peraturan yang berlaku merupakan satu wujud komitmen PT Aspex Kumbong dalam menjaga lingkungan. Kedepannya kami akan secara optimal mendukung upaya-upaya pelestarian alam dan lingkungan hidup di Indonesia dengan berbagai inovasi. (PR)