Skip to main content

Ideologi Antisawit di Eropa (Bagian 2 dari 2) Motif sebenarnya: monopoli!

By 26 Juni 2018September 29th, 2021Berita Industri4 min read

Arif Havas Oegroseno
Alumnus Harvard Law School 1992

Biofuel di UE tidak hanya dari sawit, tetapi juga dari rapeseed, bunga matahari, dan kedelai yang ditanam petani secar masif seluas 11,5 juta hektar. Para petani ini dan juga petani di UE lainnya dapat subsidi yang besar, yaitu 59 miliar euro atau hampir Rp 1.000 triliun.

Kekuatan lobi mereka luar biasa. Catherine Bearder, anggota PE dari Liberal Demokrat, membuka data: 25 dari 45 anggota komite pertanian PE adalah petani, eks petani, atau memiliki bisnis terkait pertanian. Media memberitakan bahwa sejumlah anggota PE menerima dana hingga 5.000 pound atau Rp 93 juta per bulan dari bisnis pertanian. Angka ini jauh di atas upah minimum Inggris 1.300 pound. Greenpeace sendiri mengakui bahwa masukan lobi petani dalam proses pengambilan keputusan UE sangat kuat. Sementara industri minyak nabati UE memiliki lobi yang kuat, antara lain Avril Group. Menurut data EU Transparency Register, Avril memiliki anggaran hingga 4,8 juta euro atau sekitar Rp 78 miliar per tahun dengan 76 pelobi profesional untuk melakukan lobi kepentingan industri minyak nabati di UE.

Salah satu strategi lobi petani dan industri minyak nabati di UE adalah menciptakan fokus terhadap sawit dengan berbagai tema, tanpa memperhatikan data dan fakta. Mulai dari kesehatan hingga lingkungan hidup guna mencapai satu tujuan: menghilangkan sawit dari pasar minyak nabati UE.

Bas Eickout, Green MEP Belanda, menyatakan penggunaan minyak sawit perlu dikurangi hingga nol pada 2021. Sementara Sekjen ePURE Emanuelle Desplechin, produsen etanol di UE. menyatakan bahwa LJE harus berhenti mempromosikan penggunaan minyak sawit dan turunannya dalam biofuel. UE sendiri secara resmi mengajukan antidumping terhadap sawit Indonesia sejak November 2013.

Semua data di atas menunjukkan bahwa ideologi antisawit di UE bersumber pada persaingan bisnis dari petani dan industri rapeseed, bunga matahari, dan kedelai yang ingin menguasai pasar mi¬nyak nabati di UE secara penuh. Argumentasi dan kebijakan apa pun yang dilakukan Indonesia tidak akan pernah diterima oleh mereka. Ibaratnya permainan sepak bola, Indonesia tidak akan pernah menang karena gawangnya selalu dipindahkan. Mereka tidak menghendaki sertifikasi sustainability rapeseed, bunga matahari, dan kedelai ataupun analisis mendalam terhadap pertanian di atas gambut Eropa, dampak kebakaran hutan di Eropa.

Permintaan utama Indonesia agar dilakukan dialog yang wajar atas dasar data dan keilmuan secara seimbang pun selalu ditolak. Diskusi secara rasional dengan menggunakan data dikhawatirkan akan merugikan lobi petani dan industri karena hal ini akan membawa pada perlakuan yang sama dan non-diskriminatif terhadap semua produk minyak nabati dalam kesetaraan.

Ideologi antisawit ini ternyata juga merambah Indonesia dengan tingkat anomali yang tinggi. Hal ini, antara lain, teriihat dari Surat Terbuka Kepada Presiden RI dan Dewan UE serta Kepala Negara UE tanggal 22 Mei 2018. yang ditandatangani oleh 236 orang. Dalam butir 1, surat ini setuju terhadap Resolusi PE yang melarang sawit, tetapi memperbolehkan rapeseed, kedelai, dan bunga matahari. Artinya, mereka menyetujui perilaku diskriminatif politisi Eropa. Mereka tidak meminta sertifikasi atau kebijakan eco-friendly terhadap industri rapeseed, kedelai, dan bunga matahari di UE. Kini, terdapat 236 warga Indonesia di Indonesia yang setuju kebijakan untuk menghukum produk Indonesia dari lembaga politisi asing, yang anggotanya termasuk politisi anti-Islam dan anti-Muslim.

Ekspansi ideologi antisawit di Indonesia adalah tantangan yang lebih berat daripada di UE karena hal ini berarti bangsa Indonesia berhadapan satu sama lain, di mana banyak LSM Indonesia yang tak menyadari bahwa motivasi petani dan industri UE bukan lingkungan hidup di Indonesia, melainkan kepentingan dagang dan subsidi pertanian. Kita menghadapi strategi devide et impera lagi. Ini mengingatkan kita kepada pesan Bung Karno: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tetapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”

Perjuangannya akan panjang dan kompleks karena ideologi ini harus dilawan dengan perbaikan kebijakan nasional, dengan data dan ilmu. serta hukum internasional. Sulit. tetapi tidak ada pilihan lain. Indonesia harus terus melawan, seperti halnya komisioner UE Malmstroem terhadap ancaman tarif Trump. Dia mengatakan. “Recently we have seen how it is used as a weapon to threaten and intimidate us. But we are not afraid, we will stand up to the bullies. ”

Sumber: Surat kabar harian KOMPAS, 4 June 2018