Skip to main content

Proyek Reboisasi Membawa Kembali Air ke Desa-Desa di Jawa Tengah

By 19 September 2018Oktober 22nd, 2021Berita Grup3 min read

The Jakarta Post, 19 Sep 2018 | Ganug Nugroho Adi

 

Sepuluh tahun yang lalu, Desa Geneng di Wonogiri, Jawa Tengah, adalah salah satu dari 40 desa di provinsi tersebut yang mengalami krisis air bersih setiap tahunnya saat musim kemarau.

“Tangki air di rumah kami selalu kosong pada bulan pertama di musim kemarau,” ucap Martono, warga Desa Geneng, 64.

Penduduk desa harus berjalan sepanjang 5 kilometer untuk menemukan sumber air dan membawanya kembali dengan dua ember penuh.

Bukit Gendol, yang terletak di belakang desa, dulunya menjadi sumber air yang diandalkan oleh para penduduk desa. Namun kerusakan lingkungan yang disebabkan karena kebakaran hutan dan penebangan liar telah merusak Sungai Gendol, yang mengering dan berhenti mengalir selama beberapa waktu.

Namun, semua telah berubah. Krisis air telah berakhir dan para penduduk desa memiliki persediaan air yang lebih dari cukup saat musim kemarau, ketika sebagian besar wilayah kabupaten mengalami kekeringan.

Desa-desa lain di dekat situ, termasuk Desa Conto, Krandengan, Sugihan, dan Domas, juga dapat menikmati air yang berlimpah. Setidaknya 5.000 orang kini memiliki akses ke air bersih berkat sistem pipa sepanjang ribuan meter yang menghubungkan lereng Bukit Gendol ke rumah-rumah mereka.

“Sekarang, kita tinggal memutar keran dan airnya keluar. Kami harus membayar tagihan bulanan, namun setidaknya kami tidak harus berjalan ke atas bukit untuk mendapatkan air bersih,” ujar warga Geneng, Darminto.

Adalah Sadiman, 68, seorang warga dari Desa Geneng, yang memulai proyek reboisasi dengan menanam pohon beringin di tahun 1996. Sadiman, yang bekerja sebagai penyadap karet dari pohon-pohon pinus, menghabiskan 20 tahun mendaki bukit sambil menanam pohon beringin, satu per satu.

“Yang saya tahu, pohon beringin dapat mempertahankan air. Saya hanya ingin menghidupkan kembali sumber air di bukit, sehingga para penduduk desa tidak lagi menderita karena kekeringan,” ucapnya.

Saat ini, ada sekitar 4.000 pohon beringin dan 7.000 pohon buah-buahan yang tersebar di lahan seluas 100 hektar.

Akan tetapi, Sadiman tidak mengambil semua pujian untuk dirinya sendiri.

“Saya tidak menanam setiap pohon sendirian. Perusahaan perkebunan lokal, Korindo, turut membantu menyediakan bibit,” katanya.

Ia menambahkan bahwa pada November 2015, Korindo memberikan 7.000 bibit, termasuk bibit pohon beringin, durian, alpukat, dan lainnya.

“Setelah tiga tahun, kami kembali untuk melihat perkembangannya dan ternyata hasilnya luar biasa. Kami sedang berpikir untuk mengubah desa menjadi sebuah destinasi agrowisata,” ujar Sekretaris Jenderal Yayasan Korindo, Yi Sun-hyeong baru-baru ini.

Perusahaan juga sedang menjajaki potensi kerja sama dengan sebuah LSM Lokal, Gerakan Bumi Hijau, untuk mengembangkan agrowisata di Kabupaten Bulukerto.