Isu deforestasi yang dilancarkan LSM asing membuat investasi di Papua terhambat. Kebun plasma untuk mensejahterakan masyarakat adat Papua yang akan dibangun terkendala.
Moratorium kebun plasma sawit di Papua terus dikaji mendalam agartidak merugikan masyarakat adat setempat. Hal ini terkait dengan banyaknya minat investor yang ingin membangun kebun plasma sawit dalam upaya mensejahterakan masyarakat Papua. Isu deforestasi kerap menjadi kendala bagi investor.
Hal tersebut terungkap dari hasil kunjungan kerja (kunker) Tim Dewan Pimpinan Daerah (DPD) di Merauke, Papua, awal Desember lalu. Kunker DPD yang didampingi Plt Kepala Pusat Kajian Daerah (Puskada) Irdam Imran guna mengetahui lebih jauh permasalahan di lapangan. Isu deforestasi kerap dituduhkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau NGO intenasional terhadap swasta yang berinvestasi di Merauke Papua.
Dari dialog dengan masyarakat setempat, aspirasi masyarakat adat Merauke Boven Digoel menginginkan 1 kepala keluarga mendapat 1.000 hingga 10 ribu hektar (Ha) untuk ditanam kebun plasma sawit.”Masukan dari masyarakat adat dan investor ini akan diolah oleh Puskada sebagai support sistem untuk disampaikan kepada Pimpinan DPD dan Komite II DPD yang membidangi pembangunan infrastruktur dan sumber daya ekonomi lainnya, termasuk pembangunan pertanian dan perkebunan/’pungkas putera Kamang Mudiak Agam itu.
Kunker ini merupakan tindak lanjut kajian Puskada terhadap aspirasi masyarakat daerah Papua tentang moratoriun kebun plasma sawit di wilayah Boven Digoel. Kunjungan itu sekaligus juga dalam rangka verifikasi atas tuduhan terhadap swasta yang melakukan deforestasi.
Sementara itu, Pimpinan Komite II Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Rl dan anggota DPD Rl asal Provinsi Papua mendukung investasi di tanah Papua. Karena itu DPD prihatin atas tuduhan yang dilontarkan salah satu LSM asing kepada perusahaan Korindo Grupterkait konversi hutan alam menjadi non kehutanan, kerusakan nilai konservasi tinggi akibat pembakaran hutan dan pelanggaran HAM.
Peninjauan ke lokasi merupakan tindak lanjut aspirasi pemerintah daerah dan masyarakat di Kabupaten Boven Digoel dan Merauke yang disampaikan saat pertemuan dengan Ketua DPD Rl di Jakarta. Hal tersebut juga terkait isu yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat dan pembangunan di daerah sekitarnya. Selain peninjauan langsung, Pimpinan Komite II dan anggota DPD Rl asal Provinsi Papua juga melakukan pertemuan dengan pihak perusahaan dan masyarakat adat.
Ketua Komite II DPD Rl Parlindungan Purba senator dari Sumatera Utara yang ikut dalam kunjungan tersebut menyatakan bahwa tidak ada aturan yang dilanggar perusahaan Korindo dan akan melakukan koordinasi dengan kementerian terkait.
Parlindungan mengatakan, masyarakat tidak bisa mengolah lahan 20 persen kebun plasma dari hak guna usaha (HGU) yang merupakan konsesi PT Korindo. Hal ini terkait adanya moratorium hutan perusahaan. Sehingga perusahaan terhambat untuk membuka lahan, termasuk plasma, karena kampanye negatif lembaga non pemerintah (non governmental organization/NGO) asing yang merilis laporan deforestasi dalam konsesi Korindo.
Perusahaan Korindo, lanjut Parlindungan, merasa terganggu dengan adanya black campaign dari suatu NGO di luar negeri yang menyatakan kepada supply chain atau pasar mereka.”Ternyata setelah kami cek, mereka (NGO) tidak pernah datang, tidak pernah berkomunikasi,” katanya.
Sementara itu anggota DPD yang juga Wakil Ketua Komite II DPD I Ketut Arimbawa menegaskan, tidak menemukan pelanggaran seperti yang dituduhkan LSM soal pembakaran lahan di sana. “Dari peninjauan langsung tidak ditemukan pelanggaran aturan seperti yang dituduhkan LSM asing di Boven Digoel,” katanya di sela kunjungannya.
Arimbawa menambahkan, pihaknya datang ke lokasi sesuai dengan tugas dan fungsi Komite II untuk melakukan pertemuan dan advokasi. Hasil kunjungan akan dibahas dalam rapat pleno Komite II untuk selanjutnya diproses menjadi keputusan lembaga DPD RI.
Hal serupa juga ditegaskan anggota DPD asal Papua Pdt. Charles Simaremare. “Tidak benar ada deforestasi atau pun pelanggaran HAM. Untuk itu hentikan kampanye hitam (black campaign) agar masyarakat Papua bisa terus meningkatkan kesejahteraannya. Justru kita berterima kasih kepada perusahaan yang telah berinvestasi di tanah Papua, “pungkasnya.
Justru, lanjut Charles, apa yang sudah dilakukan perusahaan sejak 1996 mesti mendapat perlindungan. Karena perusahaan sudah terbukti membangun infrastruktur di Papua sehingga masyarakat adat meningkat kesejahteraannya.
Sebenarnya, lanjut Simaremare, pihak asing mencoba secara nyata mengganggu stabilitas ekonomi di Papua. Karena itu Charles berharap pemerintah bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat Papua.
Menurut Charles, pemerintah pusat memberikan HGU untuk investor membangun kebun plasma bagi masyarakat itu sudah tepat. “Tetapi dengan kampanye hitam dari pihak NGO sangat merusak bisnis dari investor yang menanamkan modalnya di Papua, karena bisnis mereka bukan hanya kelapa sawit,” jelasnya.
Charles berharap, pemerintah Indonesia bisa tegas memberikan statement bahwa tidak ada masalah soal investasi oleh Korindo. Sehingga, masyarakat bisa mendapatkan dan mengelola 20 persen kebun sawit plasma dari HGU yang diberikan oleh pemerintah.
Masyarakat Papua sudah berharap mendapat kebun plasma seperti yang dijanjikan. Namun akibat isu deforestasi menjadi hambatan bagi perusahaan untuk membangunnya.”lni kerugian yang dialami masyarakat Boven Digoel dan Merauke yang sudah jauh-jauh datang untuk menyuarakan itu,” pungkas Charles. ■ YR
Cliping